HeadlinePemerintahanSurabaya

Polemik Pengusaha SPBU dan Pemkot SurabayaTerkait Kurang Bayar Objek Pajak Rp 26 M, DPRD Carikan Solusi Datangi BPK Perwakilan Jawa Timur

×

Polemik Pengusaha SPBU dan Pemkot SurabayaTerkait Kurang Bayar Objek Pajak Rp 26 M, DPRD Carikan Solusi Datangi BPK Perwakilan Jawa Timur

Sebarkan artikel ini
Komisi B DPRD Surabaya datangi kantor BPK Perwakilan Jatim untuk mencarikan solusi polemik sengketa pajak antara pengusaha SPBU dengan Pemkot Surabaya / Foto : Ist

KaMedia – DPRD Kota Surabaya lewat Komisi B mengunjungi Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jatim, Rabu (10/9/2025) untuk konsultasi penyelesaian polemik antara pengusaha SPBU dengan Pemkot Surabaya terkait tagihan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPD-KB) reklame sebesar Rp 26 miliar.

Sebelum konsultasi ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Jatim, Komisi B sudah memfasilitasi penyelesaian polemik tersebut dengan menggelar dua kali hearing, termasuk mengundang tiga pakar hukum yakni Prof Dr Rr Herini Siti Aisyah, SH. MH (Universitas Airlangga Surabaya), Dr Sukadi SH. MH (Universitas Airlangga Surabaya) dan Dr Himawan Estu Bagiyo SH.MH (Universitas Wisnuwardhana Malang).

Terkuaknya tagihan kurang bayar tersebut karena Pemkot Surabaya mengikuti hasil audit BPK yang menyatakan bahwa ada objek yang kurang bayar. Maka para pakar hukum menyarankan Komisi B DPRD Kota Surabaya dan Pemkot Surabaya konsultasi lebih dulu ke BPK, sehingga kebijakan tersebut tidak merugikan semua pihak.

Wakil Ketua Komisi B, Moch Machmud menyampaikan, pihaknya sudah konsultasi ke BPK atas laporan pengusaha SPBU di Surabaya yang keberatan terhadap listplang SPBU yang dianggap sebagai objek pajak.

Menurut politisi Partai Demokrat ini keputusan BPK memang sudah final. Tapi masih ada peluang bagi pengusaha SPBU untuk mengajukan surat keberatan ke Pemkot Surabaya. Listplang itu kan keliling empat sisi, yakni sisi belakang, samping kanan dan kiri. Tiga sisi ini tidak menarik karena definisi iklan itu adalah mempromosikan produk dan menarik.

“BPK menyarankan, pengusaha SPBU dipersilakan mengirim surat keberatan ke Bapenda, bukan ke BPK. Berdasarkan (surat keberatan) itu nanti akan dipertimbangkan oleh Bapenda,” tandas Machmud

Machmud juga mengatakan, BPK berpegang pada Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Wali Kota (Perwali). Hanya saja, kan timbul persepsi macam-macam. Semua tergantung persepsi dan penilaian kalau listplang tersebut dianggap objek pajak reklame. Sedangkan menurut pengusaha SPBU, listplang warna merah dan putih itu melambangkan nasionalisme bendera merah putih, bukan desain produk Pertamina. Kalau produk Pertamina itu warnanya ada hijau, merah, dan biru.

“Di listplang kan tidak ada warna produknya. Menurut saya masuk akal jika pengusaha SPBU keberatan karena merah putih itu lambangnya bendera. Tapi, BPK tetap kenceng kalau itu bagian dari reklame,” ungkap dia.

Lantas solusinya? Machmud menjelaskan, ya harus sesuai definisi reklame, yakni yang menarik perhatian orang itu baru dianggap reklame. “Ya nanti akan kita kawal permohonan keberatan pengusaha SPBU ke Pemkot Surabaya, bagaimana bisa dibantu agar luasan yang dibayar tidak sebanyak itu,” tutur dia.

Selain luasan yang menjadi objek pajak reklame, para pengusaha SPBU juga keberatan atas tagihan kurang bayar sebesar Rp 26 miliar. Machmud membeberkan ada perbedaan pandangan soal penghitungan tagihan pajak kurang bayar. Kalau versi BPK tagihannya sejak ditemukan, yakni 2023, 2024, 2025. Tapi versi Pemkot Surabaya tagihan dihitung mundur lima tahun ke belakang, yaitu mulai 2019, 2020, 2021, 2022, dan 2023.

“Terungkap data tidak sinkron antara BPK dengan pemkot. BPK sendiri tidak mau ikut campur versinya pemkot. Jadi BPK menghitung sejak ada temuan, yakni 2023 ke depan (2024 dan 2025),” tandasnya.

Tapi bagaimana dengan pendapat pakar yang menyatakan tidak boleh berlaku surut atau mundur, Machmud menyebut memang seperti itu, SKPD-KB tidak bisa berlaku surut. Termasuk menurut BPK juga.

“Jadi, ini inisiatif dari Bapenda sendiri untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Makanya BPK menagih sejak ada temuan, yakni pada 2023. Itu yang harus dibayar, tapi sampai 2024 dan 2025 belum dibayar, sehingga pengusaha SPBU diingatkan terus,” pungkas Mahmud.

Kalau versi BPK, berdasarkan temuan 2023, kemungkinan tagihan yang harus dibayar pengusaha SPBU sekitar Rp 1,6 miliar. Tapi jika menurut versi Pemkot Surabaya yang menghitung mundur 2019 hingga 2023, maka tagihannya mencapai Rp 26 miliar. Jadi ada selisih Rp 24,4 miliar.

Surabaya

KaMedia – Surabaya World Choral Festival (SWCF) 2025 resmi dibuka di Balai Pemuda Surabaya dengan kehadiran lebih dari 1.500 peserta dari empat negara dan 12 provinsi Indonesia. Festival internasional yang…